Halo bagi yang menemukan tulisan ini bagi sesama
pemilik ILVEN. Saya tidak merasa ini suatu penyakit yang menjijikkan, karena
saya menggangapnya ini cuma suatu kondisi kulit, bukan penyakit.
This is
our norm, nothing wrong with it. We healthy human being that born with rare
skin condition. By the way CO2 laser or cauterization did work for me. How about
you?
And there is a facebook page for our
condition https://www.facebook.com/ilvenawareness
Have a good day!
Dulu waktu praktek mengajar di sebuah desa yang tidak
jauh dari ibu kota pontianak saya pernah ditayai oleh seorang peserta didik,
"Bu itu tangannye luka ke?" - "Bukan nak, ibu lahir tangannye
udah begitu".
Tu cek saja penjelasannya. Panjang kalau saya jelaskan, pun hingga selama
ini dokter setiap saya tanya belum ada yang menjawab kondisi kulit di tangan
saya apa sebenarnya. Selama ini saya hanya mencoba mencocokkan pejelasan dan
foto dengan bantuan google. Ada penjelasan yang bilang ini kondisi
yang rare (wow aku spesial), ada yang menjelaskan sebagai
hasil mutasi genetik sejak dalam kandungan (wow aku bisa gabung X-Men), lebih banyak
dialami oleh perempuan, mulai ada sejak usia dini. Dalam hal ini saya terlahir
demikian. Tidak berbahaya, dan jarang sekali mutasi hingga berubah menjadi
kanker.
Selama 23 tahun saya hidup tidak ada masalah sama sekali dengan tanda lahir
itu, sampai suatu sore rasanya gatal sekali. Kok ya nyamuk tepat benar gigit di
kulit yang nonjol ini~ tapi ternyata bukan. Ada area yang terlihat merah,
meluas, dan membengkak. Yang selama ini diingatkan dan dikhawatirkan oleh tante
saya yang seorang perawat untuk mengangkat saja tanda lahir itu karena suatu
hari akan tumbuh dan bermasalah akhirnya kejadian juga. Tidak apa pemicunya
tanda lahir itu tumbuh saja. Berbekal uang 250ribu saya pergi ke klinik kulit
di rumah sakit provinsi untuk periksa, sendirian. Sebelum masuk saya dirubung
mahasiswa kedokteran yang magang (?), ditanya-tanya dicatat, bahkan digambar
tanda lahir saya dalam buku laporan mereka. Masuk ke ruang periksa tidak
panjang penjelasan dokternya, hari itu juga saya diberi tindakan. Harus hari
itu juga, karena besok sama saja kata dokter dan mumpung sepi -_-. Saya sempat
menolak karena yakin uang yang dibawa tidak akan cukup plus obat yang mungkin
nanti ada diresepkan, eh dokternya lucu -mahasiswa ya? Udah 200 aja lah- ini aturan
rumah sakit biaya tindakan sebenarnya bagaimana.
Akhirnya saya tidak sendiri, karena menghubungi mama (yang kemudian panik)
datanglah tante yang rumahnya tak jauh dari rumah sakit dan yang tak lama
kemudian datang juga mama dan seorang temannya yang menghantar. Lah rame. Satu jam
saya diberikan salep anastesi dan akhirnya disuntik anastesi juga tanda lahir
saya di cauter. Alatnya seperti solder listrik itu, jadi tidak ada pisau yang
mengiris, tidak ada penjahitan, dan diperban juga tidak setelah selesai. Sakit?
Bisa dibilang hampir tidak ada karena sudah dibius sebal kan. Selesai diluar
dengan perawat saya diberi wejangan seperti, tidak apa kena air seperti wudu,
nanti dikeringkan dan ini dioleskan ya salepnya. Sampai di rumah luka sisa
tindakan malah saya beri air mengalir dari keran (ini bodoh, jangan ditiru)
karena ada nanah, karena pasti ada nanah ada infeksi. Bodohnya saya yang awam
medis ini biasa saja dengan keadaan nanah itu. Sampai sebulan saya baru datang
lagi ke rumah sakit. Lukanya kok tidak kunjung sembuh.
Mestinya dengan kondisi luka setelah tindakan yang mengalami infeksi itu
saya harusnya segera kembali memeriksakan. Tapi tidak saya lakukan, karena
tidak tahu. Kenapa luka itu saya periksakan? Karena kulit disekitarnya merah
dan gatal-gatal. Saya diberikan salep dan obat minum, dokternya berbeda pula. Kalau
sama saya udah mengeluh habis-habisan. Ya tapi sudah lah. Dari kondisi itu saya
tahu kalau mulai saat itu saya alergi ayam (hingga saat ini masih perkiraan
saja karena hanya mengira-ngira setelah makan ayam kulit saya
gatal-gatal). Tapi kok salep yang diresepkan itu salep untuk herpes? Ya makin
bingung, kok dokternya tidak mengabari kalau itu herpes. Konsultasi dengan
dokter itu memang harus buru-buru apa bagaimana ya, mungkin hanya satu dua kali
saya merasa diberitahu dengan lengkap dan diberi kesempatan menjelaskan. Apa karena
saya kurang dominan dalam percakapan dokter kebanyakan cepat dalam ruang
periksa atau sesimpel memang dokternya sudah paham kondisi saya tanpa mendengar
panjang lebar keluhan saya.
Sejak tindakan sampailah dibulan-bulan mendekati saya ditugaskan kuliah
lagi oleh orang tua 2015 luka saya belum sembuh juga. Saya udah mencoba
alternatif lain selain obat-obatan dari dokter, madu dan purpolis, hasilnya
kulit saya tambah meradang. Pindah dokter juga diminta untuk sembuh dulu dengan
diresepkan suplemen. Di bandung juga akhirnya saya periksa lagi ke klinik kulit
di sebuah rumah sakit swasta terkemuka karena belum sembuh itu. Itu cerita dari
2014 ya belum sembuh, ini sekarang 2018 juga belum sembuh. Mama menghubungi
saya dan meminta saya membeli kasa khusus luka yang dalam lapisan kasa tersebut
sudah ada kandungan sejenis salep, sebuah pandangan dari seseorang yang kami
kenal sebagai perawat. Tak sampai lima menit saya membalut luka, terjadi reaksi
alergi pada kulit disekitar luka tersebut. Merah, bentol, dan gatal. Yup saya
ketemu lagi kalau saya alergi padda kandungan-kandungan yang ada di perban itu.
Setelah menjalani seminggu rekasi alergi yang masih sering gatal ini, saya
menyadari ILVEN saya tumbuh lagi di area baru sekitar area asal tanda lahir
yang juga tidak sempurna benar hilangnya setelah tindakan 2014 lalu. Sedih dan
cukup down juga setelah mengiyakan secara logika ini reaksi
yang mirip waktu pertama tanda lahir dulu gatal, meskipun memang bagian dari
dipicu alergi kasa itu. Sudah terlihat jelas dua bintik berwarna cokelat
seperti tanda lahir yang dulu. Hilang kesabaran tidak juga ya, kesal ya mungkin
dulu karena infeksi setelah tindakan saya tidak teredukasi mesti bagaimana,
capek ke dokter iya, pengen wudu sempurna lagi dengan tidak melewatkan bagian
luka itu iya. Ikhlas yang mungkin masih belum sempurna ya pada saat ini. Saya ikhlas
terlahir dengan ILVEN, cukup bangga malah kadang karena bentuknya aneh, dan aslinya
tidak rela untuk dihilangkan karena tidak merasa bermasalah, tapi luka menahun
yang tidak menutup cukup terpukul si iya, karena merubah hidup saya. suatu saat luka pasti sembuh kan. Aamiin.
sekianlah cerita hidup dengan ILVEN dari saya. semoga jika yang membaca mempunyai kondisi yang sama bisa sama-sama bersabar dan ikhlas dengan kondisi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar