Kamis, 31 Mei 2018

Sebenarnya masih sama saja


Setahun yang lalu, suasana puasa jauh juga dari rumah terasa sekali sepinya. Tapi perasaan tahun ini dengan kondisi yang mirip, aku biasa saja. Sepi tapi tidak diratapi. Mungkin aku berubah. Baru terpikirkan sekarang atau bagaimana, berubahnya perlahan-lahan atau sejak kuliah jauh. Tidak tahu. Sejak jauh dari rumah, otomatis lebih banyak sendiri. Di rumah juga senang sendiri, bedanya selalu ada teman bertukar pikiran dan berbagi kecemasan. Sebenarnya jauh pun masih bisa bertukar pikiran, tapi percakapannya singkat. Berbeda dengan kecemasan, ini jarang dibagi karena kabar dari jauh itu selalu terdengar berlebihan. Jadi kami memilih berbagi sekenanya saja, paling tidak kita sama-sama tahu yang paling utama sekarang ini: pulang. Secepatnya selesai kuliah, kerja, dan ini dan itu.

Jauh itu jikalah bisa dipilih pasti dihinidari. Sendiri disituasi asing tidak mudah, banyak yang mengalami seperti ini aku bisa mengerti. Banyak keraguan di masa awal, ya hingga saat ini pun masih begitu. Benarkan aku di sini? Mampu kah aku di sini? Setengah-setengah hati. Selebihnya aku memilih banyak mengisolasi diri. Dalam keadaan menyendiri menjadikan aku banyak bertanya-tanya, selain pertanyaan setengah-setengah tadi. Banyaknya dari hasil kuliah. Dari keadaan jauh ini akhirnya jadi banyak mengerti dengan diri sendiri. Bagaimana masa kanak-kanak, remaja, hingga sampai sekarang ini telah membentuk aku sebagai aku. Tentang lakon apa yang aku mainkan. Aku adalah protagonis di dalam pikiranku, benarkan di sudut pandang lain demikian? Aku bertanya-tanya lagi.

Berkenalan lagi dengan diri sendiri ternyata menyenangkan sekaligus meresahkan. Aku yang dulu pamit pergi kuliah nanti akan pulang. Tapi yang berpamitan dulu itu mungkin tidak akan pernah pulang lagi. Aku kira dulu jadi anak-anak itu bisa jadi sepi sekali, jadi dewasa ternyata juga sepi, sepi yang terisi rutinitas dan tanggung jawab. Dulu aku rasa orang dewasa berhutang banyak hal pada anak-anak, sekarang aku yang merasa ada banyak hutang yang belum mampu terbayarkan. Ternyata aku banyak gagal dalam mengapresiasi, bersyukur, berterima kasih terhadap banyaknya berkah. Kan sendiri itu begini, jadi bicara dengan diri sendiri. Ini juga tidak sepenuhnya tepat dengan istilah sendiri hhhh. Beda kontek.
Udah ah, selamat puasa. happy ya jangan marah-marah.