Sabtu, 19 Desember 2020

Sabar

Halo, sudah lama sekali ya? Sulit menemukan semangat untuk rajin menulis lagi. Tapi rasanya ini waktu yang tepat untuk membuat catatan. Di internet kita bisa pilih yang mana dirasa nyaman untuk dibagikan ya kan? Jadi yang tidak nyaman lebih banyak disimpan atau bocor di twitter haha. Mungkin ini alasan yang ku buat-buat sebagai pembenaran malas menulis blog lagi karena tidak perlu curhat? Ya ku jawab sendiri saja lah. Tapi jelas sejak sembuh patah hati jadi malas menulis. Hadeh remaja kasmaran memang begitu. Oke. Cukup basa basinya.


Akhir tahun 2020 ini, setelah berbulan-bulan semakin akrab dengan masker dan cuci tangan, google meet, lalu kelupaan hari kerja dan libur yang seperti hari kerja. Batas antara bersantai dan berehat juga semakin tidak jelas. Alhamdulillah pekerjaan ku tetap, digaji setiap bulan sedangkan mendengar kabar teman atau saudara yang kehilangan pekerjaan sampai langsung bersinggungan dengan covid 19, kondisi ku baik-baik saja. Suami dan keluarga juga baik-baik. Tidak kekurangan dan kesulitan selain ketidakteraturan diri sendiri dalam manajemen waktu, selebihnya sungguh Allah Maha Penyayang. Dibuatnya kami berdoa memohon agar diberikan keturunan. 


Setelah menikah 1 tahun, mulai muncul pertanyaan dari diri sendiri. Apa ada yang salah dengan fisikku? Mengapa menstruasi ku berantakan begini? Apa perempuan yang banyak tumbuh rambut di badan sulit memiliki keturunan? Apa aku dikasih kesempatan punya anak? Apa aku mengidap PCOS? Apa doaku kurang kuat? Aku belum cukup solehah kah Allah? Belum pantaskah aku Allah jadi orang tua? Rasa bersalah, meragu dengan kondisi fisik, dan lain-lain. Minus pengaruh pertanyaan dari orang lain. Bodo amat. Kiranya kami ndak ingin kali punya keturunan! Saran, tips, sampai mitos disebutkan. Tapi aku akhirnya memutuskan untuk memulai konsultasi tentang progam hamil dengan dokter kandungan terdekat. 


Didukung dan tidak. Wajar. Ini kondisi yang tidak semua orang mengalaminya. Tentu ku harus berdamai dengan diri sendiri. Mana yang kurasa butuh, maka kucari pertolongan. Proses ini menguras tenaga dan perasaan pula. Setiap kali masanya periksa bersiaplah hati untuk patah hati. Telur dalam rahimku tidak sesuai dengan ukuran yang ideal untuk pembuahan. "Keliatannya ibu ini dari yang terjadi pada tubuhnya gejala PCO". Sudah ku duga dari hasil mencari selama ini. Sedih dan sebagian diri sudah menduga-duga. Ya ini terjadi pula pada pasangan lainnya yang mungkin memiliki kasus yang serupa. Bukan yang satu-satunya lah melewati masa-masa ini. Minum obat, vitamin, diminta diet sehat, dan olahraga 45 menit 3 kali dalam seminggu. Minum obat dan diet sehat sangatlah mudah bagiku, memang kenyataannya untuk bertekad mengatur nafsu makan adalah kekuatan ku. Olahraga? Ini yang berat bagi kaum rebahan kelas kakap. Diajak lari dikit ngeluh sepanjang jalan. Kasian suami. Haha


Akhirnya setelah bolak balik mungkin 6 kali progam hamil, saya pribadi putuskan untuk berhenti. Terakhir telur saya masih kecil-kecil, menstruasi datang masih dalam periode 36 hari plus, dan sungguh mual setiap kali makan obat makin memperburuk situasi hati. Ya program hamil itu melelahkan hati, termasuk suami. Ini bukan untuk kami, paling tidak sampai beres tahun 2020 ini. Kita tunda dulu progam hamilnya. Kalau test pack sampai sudah akrab, di awal-awal pernikahan setiap telat datang bulan sudah gede rasa jangan-jangan hamil. Padahal telat itu tanda-tanda metabolisme tubuh yang kurang baik. Kembali didukung dan tentang juga. Tapi saya lelah. Usaha saya belum maksimal, olahraga masih malas, berat badan turun tapi belum-belum juga. Allah tolong..


Mungkin abai 2 bulan dengan progam hamil, stop makan obat, olahraga kadang-kadang saja, dan sibuk. Lebih sibuk dari yang saya bayangkan. Banyak agenda pribadi terkait perkejaan termasuk yang menyangkut hajat kelancaran lembaga secara umum. Lah malah pertama setelah setahun setengah pernikahan akhirnya siklus menstruasinya cuma 32 hari. Alhamdulillah, pikirku masih bisa remisi 5 hari lagi supaya normal waktu ovulasi ku. Masih sibuk sana sini, latsar online, kepanitiaan online, laporan penelitian yang belum rampung, jadi pembimbing KKN di kabupaten tepi kota disanggupi. Naik motor sendiri, haha hihi dengan slogan kuliah, kerja, ngemil. Stressful and fun! Akhirnya ku bilang ke suami, padahal jalan ke KKN tadi tu bagus, kok perutnya berasa dikocok-kocok ya? Hmm


Sehari kurang nyaman ku laporan lagi, seperti mau menstruasi nih? Mungkin memang iya kata suami, emang waktunya kali. Sehari bangun tidur ku bilang mual ni, jangan-jangan lapar keawalan kali ya. Lalu, catatan diaplikasikan andalan baru telat sehari kok. Masih santai. Akhirnya besok ku sudah tidak sabar mau test pack lagi! Rasa perutnya terlalu aneh untuk menstruasi! Dan teman ku bilang gih dicek seminggu lagi siapa tau isi baby benaran. No tidak seminggu, malamnya ku bilang suami pokoknya besok mau pake test pack. Harap cemas karena mungkin selama ini 6 kali tes pack garis satu itu patah hati terus. Terbangun jam 3 pagi buang air kecil. Terus subbuh. Buru-buru gelagapan mencari wadah untuk dipipisin. Setiap kali sambil gemetar memohon hati dikuatkan ketika garis satu. Dan ada garis samar, lalu garis kontrol di atas jelas. Samar dan jelas. Wudhu dan gemetar ku bangunkan suami sambil bawa test pack hati-hati. 


Ini garisnya samar, tapi 2. Datar doi. sedangkan aku bolak balik melihat ulang, percaya tidak percaya. Mungkin gegara pipis jam 3 itu jadi samar garisnya. Allah terima kasih, mohon ampun aku meragukan diri sendiri selama ini. Padahal sudah jelas tiada daya upaya tanpa kekuasaanMu. Ternyata doi tu happy bukan main juga, cuma baru bangun tidur begitulah kira-kira diajak ngomong. Haha. Seperti yang dikatakan selama ini, jika nanti sudah waktunya pasti rasanya berkali-kali lipat bahagianya dan usaha kesusahan hati kami selama ini tidak ada apa-apanya. Dan itu benar adanya. Kegelisahan baru, kok sering lapar ya? Belum periksa ke dokter, karena dirasa terlalu cepat baru telat 3 hari. Ternyata salah hitung :(. Pikiran siklus telat masih 36 hari padahal sudah 32 hari bulan lalu. Pas dua minggu dari telat datang bulan kita periksa ke dokter. Sudah keliatan kantongnya ya bu.. selamat. Periksa lagi bulan depan, mudah-mudahan sudah keliatan bayinya. 


Ujian calon ibu dimulai, yang awalnya ringan, semakin tambah hari mual menjadi-jadi. Alhamdulillah sangat minim muntah seperti yang dikatakan orang-orang. Mood swing pastinya, menangis minta bubur sum-sum kejadian. Gelisah tidak nafsu makan, sesak ketika makan kebanyakan dan dinasehati rasanya seperti dihakimi. Ini bukan saya, tapi saya yang baru. Benar aku setuju dengan istilah melahirkan itu bukan tentang hidup dan mati, tapi birth dan rebirth. Terlahir anak dan seorang ibu. Cara Allah memberikan berbeda-beda sehingga benar adanya perjuangan ibu katanya 9 bulan 10 hari itu sulit. Baru 8 minggu mengeluhnya Ya Allah.. mohon ampun, sungguh banyak pasangan yang mengharap dititipi juga, ini ku banyak mengeluh. Mohon ampun sama mama, rasa mengandung itu begini ya. Dibilang mendingan juga dibandingkan orang lain aku juga tidak bisa merelasikan pengalaman ku. Setiap ibu juga berbeda. Bisa berdamai kan? 


Sekarang sudah bisa didengarkan denyut jantunya, bahkan waktu diultrasound kakinya gerak-gerak. Masyaallah. Oh iya, dokter yang kali ini lebih tidak terlalu buru-buru periksanya. Cukup teliti, dikabari tumbuh juga kista saat hamil yang dibilang nanti hilang dengan sendirinya. Bismillah, baby bulan depan kita ketemu difoto lagi ya kan. Tambah besar dan sehat ya nak!


Pada siapa saja yang sedang berharap, berusaha mendapatkan keturunan, mungkin ini hal yang paling sering kita dengar dan bosan mendengarnya. Sabar. Perasaan yang tidak ada batasnya. Sabar. Doa. Ikhtiar yang paling bisa dilakukan, pada kapasitas mu. Sabar. Selebihnya kita cuma menghamba. Uang waktu dan hati yang seluas-luasnya dalam proses ini semuanya milik Allah. Usaha perlu, belajar kan sepanjang hayat. Menerima dan berusaha. Sabar. Berdoa. Minta maaf sama ibu kita. Allah.. mudahkan saudara-saudara yang sedang berusaha..






Jumat, 10 April 2020

Pembelajar

Halo semoga selalu dalam keadaan yang damai dan berkecukupan, lahir maupun batin. Ini ditulis pada salah satu sejarah kesehatan manusia, pandemi COVID-19. Terhitung sejak tanggal 23 Maret 2020 kegiatan belajar dari level PAUD hingga perguruan tinggi di-rumahkan hingga sekarang tanggal 10 April 2020 saat tulisan ini diterbitkan, masih belum ada kepastian kapan kegiatan akan berjalan seperti semula lagi. Meskipun saya yakin keadaan pasca pandemi ini tidak akan sama lagi seperti sedia kala. Proses belajar secara konvensional tatap muka yang diarahkan untuk mulai dengan kelas jarak jauh atau kelas daring akhirnya terlaksana 'terpaksa'. Lebih dari yang sudah diarahkan yaitu sebanyak tiga kali pertemuan saja, menjadi kemungkinan lebih dari tiga kali atau bahkan tidak ada yang mengetahui secara pasti apakah semester ini masih ada kesempatan pertemuan tatap muka atau berlanjut secara daring. Secara keseluruhan kita jadi belajar berhubungan jarak jauh. Untuk situasi di masa yang akan datang tentu sudah mulai terbiasa dengan keadaan belajar seperti ini. Sebuah pembaharuan! 

Tentang belajar disituasi physical distancing yang kita lakukan ini, saya benar-benar merindukan situasi tatap muka di dalam kelas. Meskipun sebagai seorang introvert, lebih nyaman rasanya berbicara langsung di depan kelas, dibandingkan dengan di depan layar. Lebih malu dan lebih segan rasanya jika tidak dapat membaca reaksi langsung dari lawan bicara (for me phone call or video call is awkward kind of communication, so i rather not. not my first choice of connecting with people even the love ones! sorry for the nonsense). Filosofi ku interaksi langsung adalah layanan mendidik. Meskipun filosofi pendidikan orang dewasa sejatinya membantu belajar saja, namun ada peran hubungan timbal balik di dalamnya. Saya sebut belajar dari pada mengajar, karena sebagai pendidik sekalipun setiap selesai di kelas ada sedikitnya benang yang terurai dari pembelajar. "Oh dia ini bukannya sulit berbicara, hanya terbatas ketika dituntut dengan bahasa indonesia. Baik lain kali biarkan dia dengan bahasa logat serta kemampuannya ketika berbicara.", renungan ku ketika seorang mahasiswa lancar bercerita ketika menyebutkan dirinya sebagai AKU ketimbang SAYA. Dosen belajar. 

Tetapi terlalu sederhana jika kukatakan interaksi secara daring pun, tidak terdapat pemahaman baru terhadap pembelajar. Filosofi ku terhadap keaktivan di kelas, hanya akan meminta berbicara yang sukarela mau berbicara. Sedangkan secara daring saya hindari live conference, ternyata dalam forum ketik hampir semuanya bisa berpendapat, bertanya, menambahkan dan lain sebagainya. Saya berkontemplasi, "Ya kan, adik-adik ini bukannya tidak sedang berpikir sebenarnya di kelas. Hanya perkara kenyamanannya saja dalam berkomunikasi. Ada yang mudah berbicara, ada yang mudah dengan bahasa tertulis.". Tidak ada yang lebih baik dari salah satunya, senang bicara baik, senang ditulis pun baik (sebuah pembelaan terhadap para introvert yang belum keluar dari gelembungnya). 

Suatu hari sebelumnya, pernah saya ceritakan mengenai hal ini. Sebagai seorang mahasiswa pun saya dulu kesulitan untuk bebicara, bukan mengenai tata bahasa hanya malu saja. Sedangkan seorang teman dulu sulit berbicara dengan tata bahasa formal, maka jalan keluarnya saya bantu teman dengan dituliskan lalu dibacakannya ketika berbicara. Menang sama menang kan? Eh tapi tidak semudah itu. Bidang yang kelak akan saya tekuni pada saat itu adalah pendidikan, calon pendidik. Terampil berkomunikasi adalah kunci keberhasilan berhubungan dengan subjek pendidikan. Pelan-pelan dengan kecanggungan berbicara di depan umum saya tantang. Pada akhirnya sekarang menjadi tuntutan, menjadi "lecturer" -penceramah-dosen. Meskipun dalam undang-undang katanya berubah sekarang sebagai pendidik. Sehingga konsep menceramahi itu sudah bergeser. 

"Saya yakin teman-teman yang introvert seperti saya, bukannya sedang tidak berpikir dalam kelas. Iya kan? Hanya sulit mengumpulkan keberanian atau canggung berpendapat dan bertanya di depan banyak orang kan? Yakinlah berbicara itu harus dilatihan, jika sulit dituliskan saja dulu. Lama-lama orang banyak tidak akan menakutkan lagi, jika kita terbiasa. Terlebih jika sudah memahami topik yang dibicarakan, pasti lebih lancar." Percakapan saya pada kelas semester 1 yang mungkin masih menyesuaikan diri dengan situasi perkuliahan dengan tuntutan aktif berkomunikasi untuk belajar. Di akhir semester saya dapati surat kritik dan saran dari seorang mahasiswa yang isinya kira-kira berterima kasih atas dorongan kepercayaan diri sebagai seorang yang pendiam untuk belajar menjadi dirinya yang upgrade dalam berbicara. Sentuhan personal seperti ini yang tidak mudah digantikan dalam belajar daring. 

Tentu saya penuh kekurangan, tidak jarang surat adik dan kakak di kelas meminta saya untuk memelankan tempo berbicara. Ada yang meminta saya mendatangkan ahli pada bidang tertentu, atau sekedar mengganti situasi dalam kelas menjadi luar kelas. Selalu ada ruang untuk berkembang bagi pendidik dan peserta didik kan? Can't complain about nowadays situation. But as I said, really miss the personal touch from people to people in an educational setting. Proses mengenal dan menyesuaikan secara langsung tidak akan pernah tergantikan teknologi hubungan jarak jauh (paling tidak secara klasikal sulit, mungkin perorangan (?)). Semoga dalam situasi yang luar biasa ini kita tetap bisa saling belajar dan menjadi terpelajar.