Jumat, 06 Juli 2018

Belajar dari Idola


Bagaimana baiknya ini dimulai
Di satu sisi saya kurang mengikuti perkembangan para social media influencer tapi kok makin ke sini kadang gemes. Bukan sama yang sama si ini atau si itu, tapi dengan kita yang berharap macam-macam dari mereka.

Kembali ke beberapa tahun terakhir sebelum berjilbab, baru niat. Sebagai pengguna internet aktif, kadang saya kurang bisa realistis terhadap harapan dan kenyataan dari internet dan dunia nyata dulu- dan masih sebenarnya. kadang. Ingin buat macaroon tapi belum pernah coba dan memaksakan pengetahuan dari tutorial youtube misalnya hanya karena si kue terlihat imut. Berandai-andai punya pacar yang perhatian dan pamer kemesraan di media sosialnya karena lihat teman-teman menggunakan foto bersama pasangan untuk profil. Ingin punya foto profil yang bagus diambil dari kamera mahal. Bisa foto-foto kumpul atau jalan-jalan dengan teman, sekedar ngumpul di kafe atau ke luar kota. Banyak lah. Tiba saat mulai cari-cari gaya jilbab. Ini agak seru.

Internet pada saat itu, paling tidak yang saya ikuti jauh dari apa yang sebenarnya ingin saya capai. Jadi manusia yang mendekati paling tidak. Itu tidak menjadi-jadi pada saat itu. Yha cerna sendiri lah apa hahaha. Munculah tren jilbab, sedi akutu bilangnya tren. Teman-teman sudah mulai pakai jilbab dan menebarkan kebaikan lebih dari biasanya di akun media sosialnya. Nasehat, hadits, ayat suci Al Quran bukan lagi dicari, tapi ketemu dengan sendirinya dari  nge-scroll media sosial. Adem sungguh. Tapi masih lagi penasaran cari model jilbab karena kurang percaya diri dan mungkin dalam hati yang terdalam masih ada rasa ingin tetap modis. Cih padahal sebelum pakai juga biasa saja hahaha. Tiba dihalaman seorang perancang terkemuka yang sering diucap seorang teman yang berjilbab. Perancang  muda dan inspirasi para hijaber. Tuuu hijaber. Suatu istilah yang asing kemudian tak asing lagi. Malah sayangnya sempat bernada agak hmm pada saat itu ditujukan pada para kakak yang modis jilbaban. ya sudah la ya, ngaca dulu cak udah benar belum.

Nah di halaman perancang ini ada sebuah foto yang menarik perhatian saya. Si perancang ini foto dengan seorang yang menarik sekali. Cantik, berhijab, dengan tato di punggung tangannya. Ternyata doi mualaf, kewarganegaraan Amerika Serikat, dan model. Dia punya akun bagi video, kontennya sekitar pengalamannya convert to Islam, berbusana, dan sebagainya. Sebagai gadis kacau balau sungguh saya sangat silau terhadap doi. Kenapa dia yang tinggal di negara yang sekuler, dengan gaya hidup seperti demikian, tersentuh hatinya memeluk Islam dan langsung berjilbab, terus saya berat dengan keadaan yang begitu baik di Indonesia. Singkat cerita beliau lah yang sering saya lihat halaman media sosialnya pada saat itu. Semua yang bisa diikuti saya cari, saya ikuti. Paling tidak beliau salah satu semangat saya berjilbab waktu itu. Tapi beliau itu orang biasa...

Mulailah saya terlalu ingin tahu detail kehidupannya. Ingin tahu ibunya yang mana, karena dia bercerita tentang ibu. Ingin tahu teman-teman yang dulu seperti apa. Ingin tahu alasan bertato. Lain sebagainya. Di sebuah aplikasi kumpul gambar akhirnya saya menemukan sebuah petunjuk. Beliau berencana menikah, melihat foto-foto bertema pernikahan yang dikumpulkannya sebagai “Inspirasi Menikah”. Sayangnya hanya satu media sosial yang tidak saya ikuti, yaitu adalah hehe. Ternyata beliau punya dua akun ternyata. Satu lebih ke tampil di umum, satunya lagi mungkin lebih pribadi tapi tidak dikunci. Saya ketahuilah beliau ternyata tidak seperti bayangan saya. Ya fatal sekali saya sudah punya bayangan dan harapan terhadap beliau.

Bayangan saya dia hidup keren sebagai model hijab dengan perilaku yang mulia. Oke langsung ke inti ya. Beliau ini tidak selalu berjilbab dan yang akan dinikahi itu wanita juga. Bukan tipe yang senang komentar di halaman orang. Tapi ternyata banyak juga akun-akun yang bertanya hal-hal pribadi padanya di halaman sosial medianya, atau menasehati juga ada. Sampai akhirnya media sosialnya dihapus semua. Sejak saat itu, saya tidak terlalu bawa perasaan dengan figur media sosial. Apa yang diharapkan? Mereka manusia biasa yang membagi kehidupannya dengan kita. Se-real apapun yang dibagi itu, mereka manusia. Selalu bisa salah. Lalu kita dengan tenangnya berkomentar seakan sahabat, membela secara membabi buta, atau malah mencela caci mencari aib si figur.

Meskipun begitu saya tetap mencoba mencari yang terang saja, selebihnya memang tidak mencari-cari lagi. Figur doi yang itu memang menarik, kalimat yang diungkapkannya, cerita mendekatkan diri pada Tuhan begitu menyentuh saya pada saat itu. Semoga kita selalu bisa mencerahkan diri sendiri,mengidolakan pada yang pantas ditiru, dari pada berharap pada yang pasti bisa kurang dan salah. 



Tidak ada komentar: