Sabtu, 04 Desember 2021

Mikir Keberatan Harus Diapakan?

Awal lahiran memutuskan untuk buat jurnal fisik untuk bantu mendampingi diri sendiri dari baby blues. Hasilnya? Ya lumayan, dapat apa? Entah lah. Jangan-jangan postpartum depression awak malah. Endak boleh self diagnose yaa, seminggu yang lalu ada sepupu wawancara buat UTS (anak psikologi) tentang hambatan tumbuh kembang bayi dan kondisiku sebagai orang tua. Terus dia nanya, "ada rasa bersalah ndak kak dengan kondisi dedek atau gimana?". Ya iyalah, pasti. Terus jawabku sambil curhat ya, "baby blues sih ndak, postpartum depression mungkin. Ndak pengen bunuh diri sih. Kadang merasa ndak becus ngurus anak". Gitu. Eh udahan ternyata wawancaranya, belum selesai curhat awak wkwk. Belum terasa pula aku curhat udah mau pulang dia. Terlalu semangat jadi subjek penelitian. Kok rela saja mau bagi cerita padahal pait. Karena pait ini akan jadi racun kalau diam terus dan aku ikut sedih bahkan ingin bantu ibu-ibu lain di posisi yang kurang lebih supaya tidak merasa sendirian. 

Pernah seorang sahabat bertanya apa rasanya jadi seorang ibu. Pengen ku jawab jujur tapi khawatir dia ogah jadi ibu hahaha. Sejujurnya rasanya adalah kesepian. Kesepian sekali. Mungkin karena handphone mode senyap terus, u-tub saja sampai pake subtitle. Canda. Bayi belum bisa diajak komunikasi apalagi kompromi. Nangis. Terus khawatir, terus dibilang ini ndak apa-apa kok anaknya biasa namanya bayi. Ternyata yang paling khawatir emang cuma aku saja apa aku yang overreacting/overthinking. Entah lah, bisa juga asumsi sendiri aku yang paling sayang padahal semua juga sayang. Gini mungkin arti raut wajah mamaku setiap bawa ke dokter dulu, tapi papaku bilang ndak apa-apa anaknya. 

Overthinking malam ini membawa pada kesimpulan, kasihan ya mamaku. Meskipun katanya ngurusi aku bayi dulu bisa rapi, baju rapi, rambut rapi, anak tidak rewel. Tapi mungkin mama itu lupa saja udah 30 tahun yang lalu bayi terakhirnya. Setiap diriku lagi berat ingin peluk beliau, tapi belum sanggup kontrol air mata. Takut makin terluka mamaku liat anaknya sedih. Apa ketika mama sedang berat juga ingin mengadu pada mamaknya? Nenekku udah meninggal. Pasti kesepian juga ya mama dalam rasa kesulitan. Kata tanteku, anak sulungnya setiap anak demam pasti nelpon untuk tanya-tanya tentang perawatan. Padahal dirinya sendiri perawat, pasti lebih mengerti. Mungkin benar kalau sudah jadi ibu nanti baru paham rasanya. Kasih sayang yang tidak akan pernah bisa dibalas, selamanya akan rindu mama, sampai aku renta sekalipun. Mau lebih sering peluk, mau dicoba aku yang mulai duluan. Biasalah orang tua asia love language-nya bukan physical kalau udah besar haha. Akan lebih bahagia lagi kalau aku makin rajin, makin baik ibadahnya pasti ingin mereka mah. Love language-nya teh begitu. Bahagia didikannya kesampaian. 

Motivasi untuk lebih baik lagi ibadahnya, supaya kumpul lagi di jannah. Aamiin. Seolah mama udah ndak ada pulak ya. Sejak kuliah jauh dari rumah barulah terasa hal-hal realitas dan keniscayaan seperti kematian itu sangat dekat. Suara dari telpon batuk-batuk udah susah hati awak. Eh dapat berita papa jatuh di kamar mandi T_T. Hiks mengingat nanti harus lanjut studi lagi makin ku overthinking. Udahlah ya, kematian itu keniscayaan kan. Tua-muda, bayi, anak-anak, janin semuanya hidup atas ijin Allah. Sampai tutup usia karena ijin Allah juga. Dalah capek overthinking



Tidak ada komentar: